Pada tregedi Priuk beberapa pekan lalu terjadi kerusakan atau kerugian di berbagai pihak baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat (?). Padahal kalau kita sama-sama mengedepankan musyawarah atau diskusi persuasif barangkali kerugian-kerugian materiil bisa diminimalisir. Kita tahu bahwa ada pihak yang merugi sampai milyaran rupiah karena jalur kendaraan ke dan dari arah pelabuhan terhambat. Di lain pihak kerugian nyawa manusia tidak dapat dielakkan lagi, termasuk yang luka-luka. Ada pihak juga yang kehilangan ayah atau suami atau anak sehingga mereka menjadi yatim atau menjadi janda. Di pihak yang lain terjadi kerugian berupa kendaraan yang rusak karena dibakar, dan berjumlah puluhan unit.
Pihak Pemprov DKI menyatakan bahwa kendaraan dinas Satpol PP yang rusak akibat peristiwa di Tanjung Priuk berjumlah 21 unit. Hal ini dilanjutkan dengan action gubernur DKI yang meminta atau mengajukan penggantian kendaraan yang tentunya kepada pihak yang relevan kaitannya dengan APBD. Artinya ada pos-pos anggaran tertentu yang seharusnya tidak dikeluarkan atau dikeluarkan untuk kegiatan lain tapi karena ada asset yang dirusak maka pos tersebut langsung disedot (jika permintaan gubernur disetujui otoritas penguasa penggunaan anggaran).
Maknanya adalah bahwa setiap kerusakan asset yang dimiliki pemerintah yang karena sesuatu hal kemudian tidak bisa dipakai lagi alias rusak maka sesungguhnya hal ini menambah beban rakyat/masyarakat yang telah seperak dua perak membayar pajak kepada negara yang telah dikumpulkan dengan susah payah oleh instansi tertentu yang ditugaskan oleh Undang-Undang. Muaranya adalah penerimaan pajak. Sehingga jika kita kaitkan antara asset yang dimiliki pemerintah dengan penerimaan pajak adalah agar supaya penggunaan uang pajak bisa terpelihara. Kendaraan yang rusak pada hakekatnya memusnahkan uang kita sendiri yang akan dialokasikan ke pajak. Pertanyaan mengapa kita musti boikot bayar pajak? Padahal kita sendiri yang merusaknya.
Kepada teman-teman blog gimana pendapat Anda dalam perkara ini
Pegawai Ditjen Pajak Sedih, APBN Jadi Bancakan Koruptor Kasus e-KTP
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar